Oleh : Gunardi Lumbantoruan
PENDAHULUAN
Eksistensi Hukum Perdata dalam kehidupan bersosial dan
bermasyarakat sangatlah kental dan berwarna, karena Hukum Perdata hampir
mencakup kegiatan keseharian semua orang. Hukum perdata yang sekarang ini lazim
di Indonesia dalam Kitab Undan-Undang Hukum Perdata (BW) dibagi dalam empat
buku, yaitu ; Buku Ke Satu Tentang Orang, Buku Ke Dua Tentang Kebendaan, Buku
Ke Tiga Tentang Perikatan, dan Buku Ke Empat Tentang Bukti dan Kadaluarsa.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) adalah warisan dari Belanda yang dipakai
di Indonesia dimana Sampai sekarang ini di Indonesia belum ada perubahan
terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) itu sendri. Sementara itu
karena tuntutan perkembangan zaman, Belanda sendiri telah berulang kali
melakukan berbagai perubahan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)
tersebut. Hingga kini Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) di Belanda yang
pada awalnya 4 Buku telah mengalami perubahan menjadi 10 Buku yang sekarang
dikenal sebagai Nieuw Burgerlijk wetboek
(NBW).
Berkaca
pada hal tersebut, mengingat banyaknya kita temui berbagai permasalahan
keperdataan utamanya adalah masalah dalam hal perikatan, sudah selayaknyalah
dilakukan revisi dan perkembangan Hukum Perdata di Indonesia, namun tentunya
semua itu ada proses nya, karena tidaklah semuda membalikkan telapak tangan.
Pentingnya pengetahuan hukum dalam bidang perikatan dan didorong ketertarikan
penulis terhadap buku dari bapak Henry P Panggabean
yang berjudul Penyalahgunaan
Keadaan (misbruik van
omstandigheden) Sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan Perjanjian, serta
masih minimnya peraturan hukum tentang Penyalahgunaan keadaan dalam Perjanjian,
maka dalam kesempatan kali ini, berkaitan dengan tugas yang diberikan oleh
bapak/ibu dosen bagian Hukum Perdata, penulis hendak menulis sebuah tulisan
yang berjudul :
“PENERAPAN
AJARAN PENYALAHGUNAAN KEADAAN (MISBRUIK
VAN OMSTANDIGHEDEN) DALAM PERKARA PERDATA ANTARA EDWARD KURNIAWAN
BERLAWANAN DENGAN PT. BANK INTERNASIONAL INDONESIA TBK.”
LEGAL
STANDING
1. Asas-asas
Perjanjian
Dalam hal untuk mengetahui dan memahami berbagai
ketentuan mengenai perjanjian maka terlebih dahulu hendaknya kita mengetahui
asas-asas perjanjian. Terkait dengan hal tersebut Sudikno Mertokusumo
mengajukan 4 asas perjanjian, yakni
a.
Asas Konsensualisme, suatu persesuaian kehendak
(berhubungan dengan lahirnya suatu perjanjian)
b.
Asas kekuatan mengikatnya suatu perjanjian (pacta sunt servanda), berhubungan dengan
akibat perjanjian
c.
Asas kebebasan berkontrak (berhubungan dengan isi
perjanjian).
d.
Asas itikad baik (te gooder trouw), berhubungan dengan
pelaksanaan perjanjian
Sementara
Suharnoko menambahkan 2 dasar hukum kontrak common law, yakni :
a.
Consideration, yakni suatu kontra prestasi, yang
berupa janji harga atau perbuatan
b.
Promissory Astoppel, yakni doktrin yang mencegah
seseorang (promisor) untuk menarik kembali janjinya.
2.
Syarat-syarat Sahnya Perjanjian
Kitab Undang-undang Perdata (BW) dalam pasal 1320
menentukan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1.
Sepakat mereka yang mengikat dirinya
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3.
Suatu hal tertentu
4.
Suatu sebab yang halal
Poin 1 dan 2 merupakan syarat subyektif sahnya
perjanjian, jadi kalau tidak sempurna maka perjanjian dapat dimintakan
pembatalannya kepada pengadilan, sementara syarat pada poin 3 dan 4 merupakan
syarat obyektif sahnya perjanjian yang kalau tidak sempurna maka perjanjian
tersebut batal demi hukum.
3.
Alasan-alasan Hukum Untuk Pembatalan Perjanjian
Kansil mengatakan bahwa suatu perjanjian perjanjian
dianggap tidak ada kebebasan kehendak apabila terjadi karena ; Paksaan (dwang),
Kekliruan, (dwaling), dan Penipuan (bedrog). Ketiga alasan ini sesuai dengan
alasan yang ada pada pasal 1321 yang menyatakan bahwa, “Tiada sepakat yang sah
apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan
paksaan atau penipuan”.
Sementara Henry P Panggabean menyebutkan bahwa dalam Nieuw Burgerlijk wetboek (NBW) ada
penambahan suatu alasan baru untuk pembatalan perjanjian, yakni pada pasal 3:44
lid 1 NBW : “Suatu perjanjian (perbuatan hukum) dapat dibatalkan jika terjadi
penyalahgunaan keadaan”.
4.
Penanggungan Hutang
Kansil mengatakan bahwa Pertanggungan adalah suatu
perjanjian dimana seseorang (si penanggung) wajib memenuhi perikatan seorang
debitur kepada krediturnya, apabila debitur tadi tidak memenuhhi kewajibannya.
Sementara Kitab Undang-undang Perdata (BW) dalam pasal
1820 mengartikan bahwa penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana
seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk
memenuhi perikatannya si berpiutang, manakala orang ini sendiri tidak memenuhi.
Oleh karena itu pertanggungan ada karena adanya suatu
perjanjian lain atau perjanjian pokok, yang dalam hal ini dilakukan karena
debitur membutuhkan suatu hal dari pihak ketiga yang tak dapat dipenuhinya pada
saat tertentu atau disebut sebagai perjanjian
accessoir.
Akibat Hukum antara si berpiutang dan sipenanggung
adalah bahwa si penanggung berhak menuntutpenggantian biaya, rugi, dan bunga,
jika ada alasan untuk itu. Kemudian dikatakan oleh pasal 1840 : “Sipenanggung
yang telah membayar, menggantikan demi hukum segala hak si berpiutang
terhadap si berutang”. Pergantan ini adalah apa yang dalam hukum
perjanjian dinamakan “subrogasi”, dalam hal ini subrogasi menurut undang-undang
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1402 Kitab Undang-undang Perdata (BW) .
Dengan demikian maka seorang penanggung yag telah membayar, mempunyai dua hak
terhadap si berhutang : pertama hak nya sendiri yang diberikan oleh pasal 1839
dan kedua hak yang diperoleh berdasarkan subrogasi menurut pasal 1840 dan pasal
1402 Kitab Undang-undang Perdata. (Subekti : 1995). Aturan lebih lanjut
mengenai Hak Tanggungan ada pada UU No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
5.
Ajaran Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheden)
Dalam bukunya Henry mengatakan bahwa Nieuwenhuis mengemukakan 4
syarat-syarat adanya penyalahgunaaan keadaan, sebagai berikut:
a.
Keadaan-keadaan istimewa (bijzondere omstandigheden),
Seperti keadaan darurat, ketergantungan, ceroboh, jiwa yang kurang waras,, dan
tidak berpengalaman.
b.
Suatu hal yang nyata (kenbaarheid), Diisyaratkan bahwa
salah satu pihak mengetahui atau semestinya mengetahui bahwa pihak lain karena
keadaan istimewa tergerak (hatinya) untuk menutup suatu perjanjian.
c.
Penyalahgunaan (misbruik), Salah satu pihak telah
melaksanakan perjanjian itu walaupun dia mengetahui atau seharusnya mengerti
bahwa dia seharusnya tidak melakukannya (kasus van elmbt vs. Janda feierabend)
d.
Hubungan kausal (causaal verband), Adalah penting
bahwa tanpa menyalahgunakan keadaan itu maka perjanjian itu tidak akan ditutup.
Penyalahgunaan keadaan dikategorikan sebagai kehendak
yang cacat, karena lebih sesuai dengan isi dan hakekat penyalahgunaan keadaan
itu sendiri. Ia tidak berhubungan dengan syarat-syarat obyektif perjanjian,
melainkan mempengaruhi syarat-syarat subyektifnya. Lebih lanjut Van Dunne
membedakan penyalahgunaan karena keunggulan ekonomis dan keunggulan kejiwaan,
dengan uraian sebagai berikut:
a.
Persyaratan-persyaratan untuk penyalahgunaan
keunggulan ekonomis
1.
Pihak harus mempunyai keunggulan ekonomis terhadap
yang lain
2.
Pihak lain terpaksa melakukan perjanjian
b.
Persyaratan-persyaratan untuk penyalahgunaan
keunggulan kejiwaan
1.
Salah satu pihak menyalahgunakan ketergantungan
relatif, seperti hubungan kepercayaan istimewa antara orang tua dan anak, suami
istri, dokter pasien, pendeta jemaat.
2.
Salah satu pihak menyalahgunakan keadaan jiwa yang
istimewa dari pihak lawan, seperti adanya gangguan jiwa, tidak berpengalaman,
gegabah, kurang pengetahuan, kondisi badan yang tidak baik, dan sebagainya.
Penerapan ajaran penyalahgunaan keadaan dalam
praktekperadilan di Indonesia dapat diajukan melalui dua putusan kasasi, yakni:
1.
Putusan Mahkamah Agung RI. No. 3431 K/Pdt/1985,
tanggal 4 Maret 1987
2.
Putusan Mahkamah Agung RI. No. 1904 K/Sip/1982,
tanggal 28 Januari 1984
ANALISA KASUS
1.
Duduk Perkara
·
Edward Kurniawan seorang pegawai swasta selanjutnya
disebut dengan penggugat berlawanan dengan PT. Bank Internasional Indonesia
tbk. Selanjutnya disebut dengan tergugat, Maddin Maruasi Silaen selanjutnya
disebut sebagai tergugat II, dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
Batam sebagai turut tergugat
·
Bahwa pengugat membeli sebuah rumah melalui PT. Plamo
Karya Developer & Marketing dengan harga jual sebesar Rp. 600.000.000
dengan uang muka Rp. 150.000.000, Sisa Pelunasan/KPR sebesar
Rp.450.000.000
·
Bahwa untuk selanjutnya pihak developer mencari bank
yang bersedia untuk diadakan tanggungan terhadap sisa pemesanan satu unit rumah
tinggal dan ternyata Terguggat I (Bank Internasional Indonesia ) menyanggupi
untuk diadakan perjanjian tanggungan selama sepuluh tahun dengan angsuran
perbulannya sebesar Rp. 6.237.090.
·
Bahwa penanggung/tergugat telah memenuhi kewajibannya
kepada kreditur dan pengnanggung menggantikan hak kreditur.
·
Bahwa usaha yang dijalankan oleh Penggugat tidak
sesuai dengan yang diharapkan sehingga berdampak kepada pembayaran angsuran
kredit rumah dimaksud, sehingga pada bulan ke 18 Penggugat tidak lagi mempunyai
kemampuan untuk mengangsur kredit rumah tersebut, akan tetapi Penggugat telah
berusaha untuk mencari calon pembeli terhadap rumah tersebut dengan jalan
Penggugat meminta bantuan jasa dari agen property Century 21 dan Roy Weston, dimana
pada saat itu ada pihak ketiga yang berminat membeli dengan harga Rp.
850.000.000, akan tetapi upaya dan usaha dari Penggugat selalu dihalang-halangi
oleh Tergugat dan Tergugat yang selalu mengatakan bahwa satu unit rumah tinggal
tersebut dalam masalah kepada pihak ketiga yang berminat, padahal semestinya
Tergugat selaku bank yang memberikan fasilitas kredit terhadap satu rumah
tinggal tersebut memberikan dukungan kepada Penggugat maupun pihak yang
berminat.
·
Bahwa pada tanggal 17 Juni 2010 Penggugat menerima
surat dari Pengadilan Negeri Klas IA Batam Nomor : W4.U8/2567/HT.04 .06 / VI
/2010 perihal Pemberitahuan Lelang
·
Bahwa lelang eksekusi terhadap satu unit rumah tinggal
yang terletak di Komplek Plamo Garden Blok G1 No. 3A Batam Centre tertanggal 08
Desember 2010 yang dilelang oleh Turut Tergugat dan dimenangkan oleh Tergugat
II yang tidak lain selaku kuasa dari PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk. seharga sebesar Rp.
402.000.000
·
Bahwa lelang eksekusi terhadap satu unit rumah tinggal
yang terletak di Komplek Plamo Garden Blok G1 No. 3A Batam Centre tertanggal 08
Desember 2010 yang dilelang oleh Turut Tergugat dan dimenangkan oleh Tergugat
II yang tidak lain selaku kuasa dari PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk dimana pada saat
pelelangan hanya diikuti oleh satu peserta lelang.
2.
Analisa Yuridis
·
Bahwa Perjanjian yang dilakukan antara penggugat dan
pihak PT. Plamo Karya Developer & Marketing adalah sah dan juga adanya
perjanjian penanggungan hutang terhadap tergugat 1 adalah sah sesuai dengan
pasal 1320 BW.
·
Bahwa tergugat 1 telah memenuhi kewajibannya dan
menggantikan hak kreditur terhadap debitur, oleh karena itu sesuai dengan pasal
1840 BW.
·
Bahwa penggugat tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya
terhadap tergugat 1 dan berniat menjual rumah tersebut, namun upaya tersebut
dihalang-halangi oleh tergugat 1. Dalam hal ini telah terjadi penyalahgunan
keadaan (misbruik van omstandigheden)
keunggulan ekonomis (sesuai Pasal 3:44 NBW atau Yurisprudensi Putusan Mahkamah
Agung RI. No. 3431 K/Pdt/1985, tanggal 4 Maret 1987 dan Putusan Mahkamah Agung
RI. No. 1904 K/Sip/1982, tanggal 28 Januari 1984) yang dilakukan oleh tergugat
1, karena telah memenuhi syarat seperti yang diungkapkan nieuwenhuis bahwa ada
penyalahgunaan, keadaan istimewa, suatu hal yang nyata, dan hubungan kausal.
Bahwa penyalahgunaan keadaan juga sebenarnya dapat dikaitkan dengan pasal 1338
ayat 3 BW yang menyatakan bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik Atas hal tersebut maka tergugat harus diberi sanksi baik
berupa membayar kerugian tergugat maupun sanksi lain yang menurut hakim adalah
pantas.
·
Dalam hal penggugat dituduh oleh tergugat telah
melakukan wanprestasi dan penggugat langsung mengajukan lelang
eksekusi tanpa mengajukan gugatan wanprestasi
terlebih dahulu kepada penggugat melalui Pengadilan, menurut penulils adalah
suatu kekeliruan. Karena sebagaimana diatur dalam pasal 20 UU No 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan yang berbunyi:
(1) Apabila debitor cidera janji , maka berdasarkan :
a)
Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual
obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
b) Titeleksekutoria yang terdapat dalam sertifikat Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan
dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan
dengan hak mendahulu dan pada kreditor-kreditor Iainnya”.
KESIMPULAN
Pada dasarnya ajaran penyalahgunaan (misbruik
van omstandigheden)
keadaan adalah mengganggu asas kebebasan berkontrak. Namun jika ditinjau lebih
jauh, adalah penting menerapkan ajaran penyalahgunaan keadaan (misbruik
van omstandigheden)
ini untuk melindungi pihak-pihak yang berposisi lemah dalam suatu perjanjian.
Dalam kasus di atas maka dapatlah kita melihat contoh penyalahgunaan keadaan (misbruik
van omstandigheden)
dalam pelaksanaan perjanjian. PT. Bank Internasional Indonesia tbk. yang
menghalang-halangi pihak ketiga yang ingin membeli rumah tersebut, adalah
melakukan suatu penyalahgunaan keadaan, padahal penggugat dalam hal ini
memiliki itikad baik, seperti dikatakan Henry bahwa dalam ajaran penyalahgunaan
keadaan itu mengandung 2 unsur, yakni unsur kerugian bagi satu pihak dan unsur
penyalahgunaan kesempatan oleh pihak lain. Dalam hal ini tentu telah terpenuhi
kedua unsur tersebut.
Oleh karena adanya penyalahgunaan keadaan (misbruik
van omstandigheden)
tersebut penggugat hendaknya mendapatkan keadilan berupa ganti rugi ataupun hal
lainnya yang menurut hakim adalah benar, namun terlebih dahulu tentunya harus
ada pembuktian terhadap gugatan tersebut. Bahwa penulis dalam penulisan ini
adalah meninjau dari berkas perkara yang ada, atas pertimbangan bahwa penulis
saat ini lebih berorientasi pada aturan hukum dan pengetahuan yang dapat
diserap dari perkara tersebut, daripada berorientasi pada pembuktian.
Berangkat dari kasus tersebut maka benarlah bahwa
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) sebenarnya masih memerlukan adanya suatu
perubahan dan pengembangan, karena memang dalam menghadapi perkara yang jenis
perkaranya adalah sejenis atau perkara lain yang masih berkaitan dengan
penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) akan menjadi suatu dilema bagi hakim-hakim di
Indonesia, di satu sisi harus menghormati asas kebebasan berkontrak disisi lain
harus memerhatikan kepatutan dan keadilan dalam perjanjian tersebut, karena
memang belum ada aturan yang jelas mengenai hal tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Kansil,
1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Mertokusumo,
S, 2003, Mengenal Hukum, Liberty,
Yogyakarta.
Panggabean,
H. P, 2001, Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheden) Sebagai Alasan (Baru)
Untuk Pembatalan Perjanjian,
Liberty, Yogyakarta.
Subekti, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intemasa,
Jakarta.
________, 1995, Aneka
Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
________,
2008, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Suharnoko,
2004, Hukum Perjanjian:Teori dan Analisa
Kasus, Prenada Media, Jakarta.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusini analisis dari putusan nomor berapa yah ?
BalasHapus