Kamis, 03 Mei 2012

PENERAPAN AJARAN PENYALAHGUNAAN KEADAAN (MISBRUIK VAN OMSTANDIGHEDEN) DALAM PERKARA PERDATA ANTARA EDWARD KURNIAWAN BERLAWANAN DENGAN PT. BANK INTERNASIONAL INDONESIA TBK


Oleh : Gunardi Lumbantoruan

PENDAHULUAN
Eksistensi Hukum Perdata dalam kehidupan bersosial dan bermasyarakat sangatlah kental dan berwarna, karena Hukum Perdata hampir mencakup kegiatan keseharian semua orang. Hukum perdata yang sekarang ini lazim di Indonesia dalam Kitab Undan-Undang Hukum Perdata (BW) dibagi dalam empat buku, yaitu ; Buku Ke Satu Tentang Orang, Buku Ke Dua Tentang Kebendaan, Buku Ke Tiga Tentang Perikatan, dan Buku Ke Empat Tentang Bukti dan Kadaluarsa. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) adalah warisan dari Belanda yang dipakai di Indonesia dimana Sampai sekarang ini di Indonesia belum ada perubahan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) itu sendri. Sementara itu karena tuntutan perkembangan zaman, Belanda sendiri telah berulang kali melakukan berbagai perubahan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) tersebut. Hingga kini Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) di Belanda yang pada awalnya 4 Buku telah mengalami perubahan menjadi 10 Buku yang sekarang dikenal sebagai Nieuw Burgerlijk wetboek (NBW).


Berkaca pada hal tersebut, mengingat banyaknya kita temui berbagai permasalahan keperdataan utamanya adalah masalah dalam hal perikatan, sudah selayaknyalah dilakukan revisi dan perkembangan Hukum Perdata di Indonesia, namun tentunya semua itu ada proses nya, karena tidaklah semuda membalikkan telapak tangan. Pentingnya pengetahuan hukum dalam bidang perikatan dan didorong ketertarikan penulis terhadap buku dari bapak Henry P Panggabean yang berjudul Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheden) Sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan Perjanjian, serta masih minimnya peraturan hukum tentang Penyalahgunaan keadaan dalam Perjanjian, maka dalam kesempatan kali ini, berkaitan dengan tugas yang diberikan oleh bapak/ibu dosen bagian Hukum Perdata, penulis hendak menulis sebuah tulisan yang berjudul :
PENERAPAN AJARAN PENYALAHGUNAAN KEADAAN (MISBRUIK VAN OMSTANDIGHEDEN) DALAM PERKARA PERDATA ANTARA EDWARD KURNIAWAN BERLAWANAN DENGAN PT. BANK INTERNASIONAL INDONESIA TBK.”



LEGAL STANDING
1.      Asas-asas Perjanjian
Dalam hal untuk mengetahui dan memahami berbagai ketentuan mengenai perjanjian maka terlebih dahulu hendaknya kita mengetahui asas-asas perjanjian. Terkait dengan hal tersebut Sudikno Mertokusumo mengajukan 4 asas perjanjian, yakni
a.       Asas Konsensualisme, suatu persesuaian kehendak (berhubungan dengan lahirnya suatu perjanjian)
b.      Asas kekuatan mengikatnya suatu perjanjian (pacta sunt servanda), berhubungan dengan akibat perjanjian
c.       Asas kebebasan berkontrak (berhubungan dengan isi perjanjian).
d.      Asas itikad baik (te gooder trouw), berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian
Sementara Suharnoko menambahkan 2 dasar hukum kontrak common law, yakni :
a.       Consideration, yakni suatu kontra prestasi, yang berupa janji harga atau perbuatan
b.      Promissory Astoppel, yakni doktrin yang mencegah seseorang (promisor) untuk menarik kembali janjinya.
2.      Syarat-syarat Sahnya Perjanjian
Kitab Undang-undang Perdata (BW) dalam pasal 1320 menentukan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1.      Sepakat mereka yang mengikat dirinya
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3.      Suatu hal tertentu
4.      Suatu sebab yang halal
Poin 1 dan 2 merupakan syarat subyektif sahnya perjanjian, jadi kalau tidak sempurna maka perjanjian dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan, sementara syarat pada poin 3 dan 4 merupakan syarat obyektif sahnya perjanjian yang kalau tidak sempurna maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
3.      Alasan-alasan Hukum Untuk Pembatalan Perjanjian
Kansil mengatakan bahwa suatu perjanjian perjanjian dianggap tidak ada kebebasan kehendak apabila terjadi karena ; Paksaan (dwang), Kekliruan, (dwaling), dan Penipuan (bedrog). Ketiga alasan ini sesuai dengan alasan yang ada pada pasal 1321 yang menyatakan bahwa, “Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.
Sementara Henry P Panggabean menyebutkan bahwa dalam Nieuw Burgerlijk wetboek (NBW) ada penambahan suatu alasan baru untuk pembatalan perjanjian, yakni pada pasal 3:44 lid 1 NBW : “Suatu perjanjian (perbuatan hukum) dapat dibatalkan jika terjadi penyalahgunaan keadaan”.
4.      Penanggungan Hutang
Kansil mengatakan bahwa Pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana seseorang (si penanggung) wajib memenuhi perikatan seorang debitur kepada krediturnya, apabila debitur tadi tidak memenuhhi kewajibannya.
Sementara Kitab Undang-undang Perdata (BW) dalam pasal 1820 mengartikan bahwa  penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berpiutang, manakala orang ini sendiri tidak memenuhi.
Oleh karena itu pertanggungan ada karena adanya suatu perjanjian lain atau perjanjian pokok, yang dalam hal ini dilakukan karena debitur membutuhkan suatu hal dari pihak ketiga yang tak dapat dipenuhinya pada saat tertentu atau disebut sebagai perjanjian accessoir.
Akibat Hukum antara si berpiutang dan sipenanggung adalah bahwa si penanggung berhak menuntutpenggantian biaya, rugi, dan bunga, jika ada alasan untuk itu. Kemudian dikatakan oleh pasal 1840 : “Sipenanggung yang telah membayar, menggantikan demi hukum segala hak si berpiutang terhadap  si berutang”. Pergantan ini adalah apa yang dalam hukum perjanjian dinamakan “subrogasi”, dalam hal ini subrogasi menurut undang-undang sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1402 Kitab Undang-undang Perdata (BW) . Dengan demikian maka seorang penanggung yag telah membayar, mempunyai dua hak terhadap si berhutang : pertama hak nya sendiri yang diberikan oleh pasal 1839 dan kedua hak yang diperoleh berdasarkan subrogasi menurut pasal 1840 dan pasal 1402 Kitab Undang-undang Perdata. (Subekti : 1995). Aturan lebih lanjut mengenai Hak Tanggungan ada pada UU No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

5.      Ajaran Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheden)
Dalam bukunya Henry mengatakan bahwa  Nieuwenhuis mengemukakan 4 syarat-syarat adanya penyalahgunaaan keadaan, sebagai berikut:
a.       Keadaan-keadaan istimewa (bijzondere omstandigheden), Seperti keadaan darurat, ketergantungan, ceroboh, jiwa yang kurang waras,, dan tidak berpengalaman.
b.      Suatu hal yang nyata (kenbaarheid), Diisyaratkan bahwa salah satu pihak mengetahui atau semestinya mengetahui bahwa pihak lain karena keadaan istimewa tergerak (hatinya) untuk menutup suatu perjanjian.
c.       Penyalahgunaan (misbruik), Salah satu pihak telah melaksanakan perjanjian itu walaupun dia mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa dia seharusnya tidak melakukannya (kasus van elmbt vs. Janda feierabend)
d.      Hubungan kausal (causaal verband), Adalah penting bahwa tanpa menyalahgunakan keadaan itu maka perjanjian itu tidak akan ditutup.
Penyalahgunaan keadaan dikategorikan sebagai kehendak yang cacat, karena lebih sesuai dengan isi dan hakekat penyalahgunaan keadaan itu sendiri. Ia tidak berhubungan dengan syarat-syarat obyektif perjanjian, melainkan mempengaruhi syarat-syarat subyektifnya. Lebih lanjut Van Dunne membedakan penyalahgunaan karena keunggulan ekonomis dan keunggulan kejiwaan, dengan uraian sebagai berikut:
a.       Persyaratan-persyaratan untuk penyalahgunaan keunggulan ekonomis
1.      Pihak harus mempunyai keunggulan ekonomis terhadap yang lain
2.      Pihak lain terpaksa melakukan perjanjian
b.      Persyaratan-persyaratan untuk penyalahgunaan keunggulan kejiwaan
1.      Salah satu pihak menyalahgunakan ketergantungan relatif, seperti hubungan kepercayaan istimewa antara orang tua dan anak, suami istri, dokter pasien, pendeta jemaat.
2.      Salah satu pihak menyalahgunakan keadaan jiwa yang istimewa dari pihak lawan, seperti adanya gangguan jiwa, tidak berpengalaman, gegabah, kurang pengetahuan, kondisi badan yang tidak baik, dan sebagainya.
Penerapan ajaran penyalahgunaan keadaan dalam praktekperadilan di Indonesia dapat diajukan melalui dua putusan kasasi, yakni:
1.      Putusan Mahkamah Agung RI. No. 3431 K/Pdt/1985, tanggal 4 Maret 1987
2.      Putusan Mahkamah Agung RI. No. 1904 K/Sip/1982, tanggal 28 Januari 1984


ANALISA KASUS
1.      Duduk Perkara
·         Edward Kurniawan seorang pegawai swasta selanjutnya disebut dengan penggugat berlawanan dengan PT. Bank Internasional Indonesia tbk. Selanjutnya disebut dengan tergugat, Maddin Maruasi Silaen selanjutnya disebut sebagai tergugat II, dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Batam sebagai turut tergugat
·         Bahwa pengugat membeli sebuah rumah melalui PT. Plamo Karya Developer & Marketing dengan harga jual sebesar Rp. 600.000.000 dengan  uang muka Rp. 150.000.000, Sisa Pelunasan/KPR sebesar Rp.450.000.000
·         Bahwa untuk selanjutnya pihak developer mencari bank yang bersedia untuk diadakan tanggungan terhadap sisa pemesanan satu unit rumah tinggal dan ternyata Terguggat I (Bank Internasional Indonesia ) menyanggupi untuk diadakan perjanjian tanggungan selama sepuluh tahun dengan angsuran perbulannya sebesar Rp. 6.237.090.
·         Bahwa penanggung/tergugat telah memenuhi kewajibannya kepada kreditur dan pengnanggung menggantikan hak kreditur.
·         Bahwa usaha yang dijalankan oleh Penggugat tidak sesuai dengan yang diharapkan sehingga berdampak kepada pembayaran angsuran kredit rumah dimaksud, sehingga pada bulan ke 18 Penggugat tidak lagi mempunyai kemampuan untuk mengangsur kredit rumah tersebut, akan tetapi Penggugat telah berusaha untuk mencari calon pembeli terhadap rumah tersebut dengan jalan Penggugat meminta bantuan jasa dari agen property Century 21 dan Roy Weston, dimana pada saat itu ada pihak ketiga yang berminat membeli dengan harga Rp. 850.000.000, akan tetapi upaya dan usaha dari Penggugat selalu dihalang-halangi oleh Tergugat dan Tergugat yang selalu mengatakan bahwa satu unit rumah tinggal tersebut dalam masalah kepada pihak ketiga yang berminat, padahal semestinya Tergugat selaku bank yang memberikan fasilitas kredit terhadap satu rumah tinggal tersebut memberikan dukungan kepada Penggugat maupun pihak yang berminat.
·         Bahwa pada tanggal 17 Juni 2010 Penggugat menerima surat dari Pengadilan Negeri Klas IA Batam Nomor : W4.U8/2567/HT.04 .06 / VI /2010 perihal Pemberitahuan Lelang
·         Bahwa lelang eksekusi terhadap satu unit rumah tinggal yang terletak di Komplek Plamo Garden Blok G1 No. 3A Batam Centre tertanggal 08 Desember 2010 yang dilelang oleh Turut Tergugat dan dimenangkan oleh Tergugat II yang tidak lain selaku kuasa dari PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk. seharga sebesar Rp. 402.000.000
·         Bahwa lelang eksekusi terhadap satu unit rumah tinggal yang terletak di Komplek Plamo Garden Blok G1 No. 3A Batam Centre tertanggal 08 Desember 2010 yang dilelang oleh Turut Tergugat dan dimenangkan oleh Tergugat II yang tidak lain selaku kuasa dari PT. Bank Internasional Indonesia, Tbk dimana pada saat pelelangan hanya diikuti oleh satu peserta lelang.


2.      Analisa Yuridis
·         Bahwa Perjanjian yang dilakukan antara penggugat dan pihak PT. Plamo Karya Developer & Marketing adalah sah dan juga adanya perjanjian penanggungan hutang terhadap tergugat 1 adalah sah sesuai dengan pasal 1320 BW.
·         Bahwa tergugat 1 telah memenuhi kewajibannya dan menggantikan hak kreditur terhadap debitur, oleh karena itu sesuai dengan pasal 1840 BW.
·         Bahwa penggugat tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya terhadap tergugat 1 dan berniat menjual rumah tersebut, namun upaya tersebut dihalang-halangi oleh tergugat 1. Dalam hal ini telah terjadi penyalahgunan keadaan (misbruik van omstandigheden) keunggulan ekonomis (sesuai Pasal 3:44 NBW atau Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI. No. 3431 K/Pdt/1985, tanggal 4 Maret 1987 dan Putusan Mahkamah Agung RI. No. 1904 K/Sip/1982, tanggal 28 Januari 1984) yang dilakukan oleh tergugat 1, karena telah memenuhi syarat seperti yang diungkapkan nieuwenhuis bahwa ada penyalahgunaan, keadaan istimewa, suatu hal yang nyata, dan hubungan kausal. Bahwa penyalahgunaan keadaan juga sebenarnya dapat dikaitkan dengan pasal 1338 ayat 3 BW yang menyatakan bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik  Atas hal tersebut maka tergugat harus diberi sanksi baik berupa membayar kerugian tergugat maupun sanksi lain yang menurut hakim adalah pantas.
·         Dalam hal penggugat dituduh oleh tergugat telah melakukan wanprestasi dan penggugat langsung mengajukan lelang eksekusi tanpa mengajukan gugatan wanprestasi terlebih dahulu kepada penggugat melalui Pengadilan, menurut penulils adalah suatu kekeliruan. Karena sebagaimana diatur dalam pasal 20 UU No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang berbunyi:
(1)     Apabila debitor cidera janji , maka berdasarkan :
a)        Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
b)        Titeleksekutoria yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dan pada kreditor-kreditor Iainnya”.

KESIMPULAN
Pada dasarnya ajaran penyalahgunaan (misbruik van omstandigheden) keadaan adalah mengganggu asas kebebasan berkontrak. Namun jika ditinjau lebih jauh, adalah penting menerapkan ajaran penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden)  ini untuk melindungi pihak-pihak yang berposisi lemah dalam suatu perjanjian. Dalam kasus di atas maka dapatlah kita melihat contoh penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) dalam pelaksanaan perjanjian. PT. Bank Internasional Indonesia tbk. yang menghalang-halangi pihak ketiga yang ingin membeli rumah tersebut, adalah melakukan suatu penyalahgunaan keadaan, padahal penggugat dalam hal ini memiliki itikad baik, seperti dikatakan Henry bahwa dalam ajaran penyalahgunaan keadaan itu mengandung 2 unsur, yakni unsur kerugian bagi satu pihak dan unsur penyalahgunaan kesempatan oleh pihak lain. Dalam hal ini tentu telah terpenuhi kedua unsur tersebut.
Oleh karena adanya penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) tersebut penggugat hendaknya mendapatkan keadilan berupa ganti rugi ataupun hal lainnya yang menurut hakim adalah benar, namun terlebih dahulu tentunya harus ada pembuktian terhadap gugatan tersebut. Bahwa penulis dalam penulisan ini adalah meninjau dari berkas perkara yang ada, atas pertimbangan bahwa penulis saat ini lebih berorientasi pada aturan hukum dan pengetahuan yang dapat diserap dari perkara tersebut, daripada berorientasi pada pembuktian.
Berangkat dari kasus tersebut maka benarlah bahwa Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) sebenarnya masih memerlukan adanya suatu perubahan dan pengembangan, karena memang dalam menghadapi perkara yang jenis perkaranya adalah sejenis atau perkara lain yang masih berkaitan dengan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) akan menjadi suatu dilema bagi hakim-hakim di Indonesia, di satu sisi harus menghormati asas kebebasan berkontrak disisi lain harus memerhatikan kepatutan dan keadilan dalam perjanjian tersebut, karena memang belum ada aturan yang jelas mengenai hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Mertokusumo, S, 2003, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta.
Panggabean, H. P, 2001, Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheden) Sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan Perjanjian, Liberty, Yogyakarta.
Subekti, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intemasa, Jakarta.
________, 1995, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
________, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian:Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media, Jakarta.


2 komentar: