Oleh : Gunardi Lumbantoruan
PENDAHULUAN
Maraknya bisnis ramal-meramal dan tafsir mimpi di
Indonesia merupakan suatu bentuk nyata dari “mandulnya” pasal 545 KUHP dalam
meredam kegiatan-kegiatan mistis dalam hal menujum, meramal, atau memberikan
keterangan tentang impian sebagai mata pencaharian. Fenomena ramal-meramal di
Indonesia saat ini merupakan suatu bisnis yang sangat menjanjikan, telah
terbukti bahwa peramal kondang Indonesia bernama lengkap Laurentia Pasaribu
atau lebih akrab disapa Mama Louren dapat meraup keuntungan yang tidak sedikit
dan juga popularitas yang besar dari hasil kegiatannya tersebut.
Disamping itu bisa kita cermati sendiri betapa
banyaknya iklan-iklan secara terang-terangan, baik yang mengatasnamakan orang
pribadi, maupun badan usaha, yang menyediakan jasa ramal. Hal ini mengundang
kegundahan tersendiri bagi penulis. Bahwa tindakan menujum, meramal, atau
memberikan keterangan tentang impian sebagai mata pencaharian adalah sebuah
tindakan pidana sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 545 KUHP. Namun
kenyataan di lapangan mengajak kita untuk menyimpulkan bahwa kegiatan
ramal-meramal adalah suatu tindakan yang biasa-biasa saja, padahal bukan
demikian benarnya. Kegiatan ramal-meramal dapat menjadi suatu preseden buruk
bagi dunia hukum Indonesia, karena tindakan yang jelas-jelas dinyatakan sebagai
tindak pidana, nyata-nyatanya tidak mendapat penindakan yang seharusnya. Bahwa
seharusnya Hukum juga harus melindungi orang-orang yang mudah percaya terhadap hal-hal
mistis, agar tidak terperangkap isi peramalan dan isi tafsiran mimpi yang tidak
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya tersebut.
Berangkat dari permasalahan diatas penulis menyadari
akan pentingnya suatu penyadaran bagi masyarakat dan para penegak hukum tentang
tindak pidana ramal-meramal dan penafsiran mimpi sebagai suatu tindak pidana,
maka dalam kesempatan kali ini, berkaitan dengan tugas yang diberikan oleh
bapak/ibu dosen bagian Hukum Pidana, penulis hendak menulis sebuah tulisan yang
berjudul:
“MERAMAL DAN MENAFSIR MIMPI SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA”
LEGAL
STANDING
1. Unsur-unsur
Tindak Pidana
Untuk mengetahui suatu perbuatan dapat digolongkon
sebagai suatu tindak pidana, maka terlebih dahulu perlu diketahui mengenai
unsur-unsur tindak pidana. Berikut ini dipaparkan pendapat para ahli hukum
pidana mengenai unsur-unsur tindak pidana :
1.
Moelyatno
Menurut moeljatno, “Pada hakekatnya tiap-tiap tindak pidana
harus terdiri atas unsur-unsur lahir, oleh karena perbuatan, yang mengandung
kelakuan, dan akibat yang ditimbulkan karenanya, adalah suatu kejadian dalam
alam lahir. Akhirnya Moeljatno mengatakan bahwa untuk menyimpulkan yang
diajukan di atas, maka yang merupakan unsur-unsur atau elemen tindak pidana
adalah :
a.
Kelakuan dan akibat (perbuatan)
b.
Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan
c.
Keadaan tambahan yang memberatkan pidana
d.
Unsur melawan hukum yang obyektif
2.
D. Simons
Strafbaarfeit adalah “een strafbaar gestelde, on
rechmatige met schuld verband staande handeling van een toerekeningsvatbaar
person”. Jadi unsur-unsur strafbaarfeit:
a.
Perbuatan manusia (positif maupun negatif; berbuat
atau tidak berbuat atau membiarkan)
b.
Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld)
c.
Melawan hukum (onrechtmating)
d.
Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verban
staand)
e.
Oleh orang yang mampu bertanggung jawab
(toerekeningsvatbaar persoon)
3.
Van Hamel
Membuat defenisi strafbaarfeit adalah “recht wet
telijk omschreven menschelijke gedraging, onrecht matis, strawaardingen aan
schuld te wijen.” Jadi unsur-unsurnya adalah:
a.
Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang
b.
Dengan cara melawan hukum
c.
Dilakukan dengan kesalahan
d.
Patut dipidana
4.
E. Mezger
Strafbaarfeit adalah “Die straftat ist der inbegriff
der voraussetzungen der strafe” (Tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk
adanya pidana). Dengan demikian unsur-unsur tindak pidana adalah :
a.
Perbuatan dalam arti yang luas bagi manusia (aktif
atau membiarkan)
b.
Sifat melawan hukum (baik bersifat obyektif maupun subyektif)
c.
Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang
d.
Diancam dengan pidana.
5.
H.B. Vos
Menurut
beliau strafbaarfeit hanya berunsurkan:
a.
Kelakuan manusia, dan
2.
Tindak Pidana Mengenai Kesopanan
Ketentuan mengenai tindak pidana kesopanan diatur
dalam Bab XIV Buku Kedua KUHP mengenai kejahatan terhadap kesopanan dan Bab VI
Buku Ketiga KUHP mengenai pelanggaran terhadap kesopanan. Ketentuan ini dibuat
untuk melindungi kepentingan hukum terhadap rasa kesopanan masyarakat termasuk
mengenai rasa kesusilaan di dalam nya.
Berdasarkan pertimbangan pembentuk undang-undang
mengenai objek rasa kesopanan masyarakat itu, dapat dipilah antara penyerangan
terhadap rasa kesopanan yang bercorak kejahatan dimana sifat penyerangan pada
kepentingan hukum mengenai rasa kesopanan yang lebih berat daripada penyerangan
terhadap rasa kesopanan yang bercorak pelanggaran, maka undang-undang membagi
tindak pidana kesopanan ini, menjadi kejahatan kesopanan dimuat dalam Bab XIV (Misdrijven tegen de zeden) : pasal 281
-303 dan pelanggaran kesopanan Bab VI (overtredingen
betreffende de zeden) : pasal 532-547. Pada kenyataannya memang pelanggaran
kesopanan lebih ringan daripada kejahatan kesopanan.[3])
PEMBAHASAN
Tindak pidana menujum, meramal, atau memberikan
keterangan tentang impian sebagai mata pencaharian diatur dalam pasal 545 KUHP,
rumusannya sebagai berikut :
1)
Barang siapa menjadikan sebagai pencahariannya, untuk
menyatakan peruntungan seseorang, untuk mengadakan peramalan atau penafsiran
impian, diancam dengan kurungan paling lama enam hari atau denda paling banyak
dua puluh rupiah.
2)
Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat satu
tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama,
pidananya dapat dilipatduakan.[4])
Dalam rumusan tindak pidana pelanggaran ayat (1)
terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
a.
Perbuatannya :
1) Mengadakan peramalan
2) Mengadakan penafsiran impian
b.
Untuk menyatakan peruntungan seseorang
Peramalan dan penafsiran mimpi adalah suatu tindakan
yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya, hal ini dapat berpotensi
merugikan orang lain, karena dapat mempengaruhi kejiwaan seseorang yang diramal
atau ditafsirkan mimpinya, utamanya adalah orang-orang yang mudah percaya
dengan kegiatan mistis.
Peramalan ialah melakukan suatu perbuatan dengan
menyampaikan atau mengucapkan keteranga-keterangan pada orang lain mengenai :
(1) segala sesuatu yang akan terjadi kelak dikemudian hari, atau (2) mengenai
hal yang lalu atau sedang berlalu tetapi tidak diketahui sebenarnya.
Menafsirkan mimpi pada dasarnya mempunyai sifat yang sama dengan peramalan,
yakni sama-sama mengenai segala hal yang tidak diketahui orang lain, tetapi
menafsirkan mimpi didasarkan pada apa yang dialami seseorang dalam mimpi.[6])
Berdasarkan pasal 545 KUHP, tidak disebutkan bahwa
orang yang melakukan peramalan atau penafsiran impian harus dilakukan oleh
orang yang mempunyai mata pencaharian tunggal. Artinya seseorang yang
menjadikan kegiatan peramalan atau penafsiran impian sebagai mata pencaharian
sampingan, tambahan ataupun sementara juga dapat disalahkan sebagai pelaku
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada pasal 545 KUHP.
Menurut Prof. Simons, baik di dalam memorie van
toelichting maupun di dalam Memorie van antwoord telah dijelaskan bahwa agar
seseorang dapat disebut telah melakukan tindakan sebagai suatu bedriff atau
suatu mata pencaharian, sudah cukup jika orang tersebut telah melakukan satu
tindakan seperti itu.[7])
Perbuatan-perbuatan
yang dilarang undang-undang untuk dilakukan di dalam ketentuan pidana yang
diatur pasal 545 KUHP itu, oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum
dan HAM RI ternyata telah dipandang tidak perlu dilarang di dalam KUHP yang
baru yang sedang dirancangnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa tindak
pidana mengenai tindakan peramalan dan penafsiran mimpi sebagai mata
pencaharian merupakan tindakan yang merugikan kepentingan orang lain yang mudah
percaya terhadap hal-hal mistis, karena peramalan atau penafsiran mimpi itu
sendiri tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Bahwa maraknya kegiatan
peramalan dan penafsiran mimpi di Indonesia adalah karena ketidakseriusan para
penegak hukum untuk menegakkan hukum sesuai Undang-undang.
SARAN
Karena tindakan peramalan dan penafsiran mimpi sebagai mata pencaharian
merugikan kepentingan orang lain, dan telah diatur pula dalam pasal 545 maka
seharusnya pemerintah, utamanya badan yudikatif harus menindak pihak-pihak yang
melakukan tindak pidana tersebut. Penulis juga memandang bahwa hukuman yang
diberikan kepada para peramal dan penafsir mimpi adalah sangat minim, karena
hukuman dengan kurungan enam hari dan denda paling banyak dua puluh rupiah
dipandang adalah hukuman yang kurang tegas, oleh karena itu penulis mengusulkan
untuk menambah hukuman kepada para peramal dan penafsir mimpi sebagai mata
pencaharian untuk lebih mengoptimalisasi efek jera kepada para pelaku.
DAFTAR PUSTAKA
Chazawi, Adami. 2005, Tindak Pidana Mengenai
Kesopanan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Djoko Prakoso, 2001, Hukum Penitensier di Indonesia, PT Bina Aksara, Jakarta
Lamintang, P.A.F, Lamintang, Theo. 2009, Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan dan
Norma Kepatutan, Sinar Grafika, Jakarta.
Moeljatno. 2009, Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, Sinar Grafika Offset, Jakarta.
Prasetyo, Teguh. 2005, Hukum Pidana Materil, Kurnia Kalam Yogyakarta, Yogyakarta.
[7]) P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang,
Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan dan Norma Kepatutan, hal 389
0 komentar:
Posting Komentar