Kamis, 08 Agustus 2013

GRATIFIKASI SEKS SEBAGAI SUATU BENTUK GRATIFIKASI

Oleh : Gunardi Lumbantoruan

BAB I PENDAHULUAN 

1.1.LATAR BELAKANG 

Dewasa ini di Indonesia muncul fenomena baru terkait dengan gratifikasi, yakni gratifikasi seks. Fenomena gratifikasi seks sebenarnya telah menjadi rahasia umum dan merupakan sesuatu yang lazim dilakukan pengusaha, kontraktor kepada pegawai negeri, pejabat penyelenggara negara, tetapi sepanjang sejarah hukum di Indonesia belum pernah ada penerima atau pemberi gratifikasi seks yang dipidana. Namun akhir-akhir ini gratifikasi seks mulai dipermasalahkan secara hukum, diantaranya adalah dugaan gratifikasi seks Ahmad Fathanah, dugaan gratifikasi seks Wakil Kepala PN Bandung Hakim Setyabudi Tejocahyono, dan isu gratifikasi seks Rektor IPDN Jatinangor. 

Namun dibalik gencarnya pemberitaan media mengenai gratifikasi seks, sebenarnya masih banyak kalangan masyarakat yang belum mengerti mengenai gratifikasi seks itu sendiri. Oleh karena itu dalam kesempatan kali ini, penulis hendak menulis sebuah tulisan yang berjudul :“GRATIFIKASI SEKS SEBAGAI SUATU BENTUK GRATIFIKASI” 


1.2.RUMUSAN MASALAH 

Bertitik tolak pada latar belakang di atas maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut : 
(1) Apakah gratifikasi seks merupakan salah satu bentuk gratifikasi ? 
(2) Apakah gratifikasi seks dapat dipidana? 


BAB II  PEMBAHASAN 

1. Gratifikasi dan Gratifikasi Seks 

Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 juncto UU No.20 Tahun 2001 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diteria di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronika. Sementara Pasal 12B ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 mengatur bahwa "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut..." 

Jika dilihat dari rumusan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu perbuatan pidana suap khususnya pada seorang Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri ketika pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan atau pekerjaannya. 

Sedangkan Gratifikasi seks adalah pemberian hadiah (gratifikasi) layanan seks yang boleh jadi bertujuan agar seseorang terkait jabatannya tidak melakukan atau melakukan tugas dan kewajibannya. setiap pemberian kepada penyelenggara negara dalam rangka kemudahan si pemberi sudah dapat dikategorikan korupsi. Oleh karena itulah gratifikasi seks dapat disimpulkan sebagai suatu bentuk gratifikasi yang diatur pada pasal 12B. Memang tidak mudah untuk membuktikan adanya gratifikasi seks. Bahkan jauh lebih sulit kecuali ada pengakuan dari saksi, pelaku, dan pemasok gratifikasi seks itu sendiri. Meski sulit, namun tidak berarti tidak dapat dibuktikan, hal ini karena sepanjang perbuatan tersebut berdampak pada kerugian keuangan negara lantaran penyelenggara negara melakukan atau tidak melakukan tugas dan kewajibannya, maka penuntut umum dapat menelisik pidana asal. Meskipun demikian perlu dilakukan pengaturan lebih khusus tentang gratifikasi seks tersebut, karena pembuktiannya masih sangat sulit untuk dilakukan. 

2. Hukuman Pidana terhadap pelaku Gratifikasi Seks 

Berbicara tentang ancaman pidana maka berbicara pula tentang asas legalitas, bahwa menurut Moeljatno tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan perundang-undangan. Oleh karena itu harus diperhatikan terlebih dahulu peraturan yang mengatur mengenai gratifikasi seks tersebut. Dari Pasal 12B pada prasa kata Fasilitas Lain dapat disimpulkan bahwa gratifikasi tidak semata-mata hanya berupa uang atau barang saja. Oleh karena itu sepanjang dapat dibuktikan bahwa gratifikasi seks yang diberikan tersebut : 

1. Berhubungan dengan jabatan 
2. Berlawanan dengan tugas kewajibannya 
3. Tidak dilaporkan ke kpk dalam jangka waktu 30 hari kerja 

Maka pegawai negeri atau penyelenggara negara penerima gratifikasi seks tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Di Indonesia sendiri memang belum ada vonis pidana yang dijatuhkan kepada pelaku gratifikasi seks, Sementara di Negara-negara lain gratifikasi seks dapat dipidana, contohnya adalah di Negara Singapura, yakni Kepala BNN dan Menteri Pertahanan Singapura dituntut ke pengadilan karena dianggap melanggar pasal gratifikasi seks. Sementara Jaksa Agung Korea Selatan (Korsel) memutuskan untuk mundur dari jabatannya terkait skandal 'memalukan' yang melibatkan Sejumlah jaksa senior di Korsel yang disebut-sebut terlibat skandal penyuapan dan gratifikasi seks. 


BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

Gratifikasi seks merupakan salah satu bentuk gratifikasi seperti yang diatur pada pasal 12B UU, maka jika memang dapat dibuktikan unsur-unsurnya maka Gratifikasi seks dapat dipidana. Sementara mengingat sulitnya pembuktian terhadap kasus ini maka perlu adanya pengaturan lebih lanjut tentang gratifikasi seks tersebut.


DAFTAR PUSTAKA 

Djaja, Ermansjah. 2009, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Kajian Yuridis Normatif UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU No 20 Tahun 2001 Versi UU Nomor 30 Tahun 2002, Sinar Grafika, Jakarta. 

Lopa, Baharuddin. 2002, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Kompas, Jakarta