Oleh : Gunardi Lumbantoruan
1.
Pengurangan
Subsidi BBM Diperbolehkan oleh Undang-Undang (Yuridis)
Pasal 8 ayat (10)
UU APBN 2013 Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013
mengatakan bahwa “belanja subsidi dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi
pada tahun anggaran berjalan untuk mengantisipasi deviasi realisasi asumsi
ekonomi makro, dan atau perubahan parameter subsidi, berdasarkan kemampuan
keuangan negara”. Artinya pemerintah berwenang penuh untuk melakukan
penyesuaian harga energi apabila terjadi perubahan parameter atau asumsi makro
dalam APBN, termasuk Subsidi BBM. Berdasarkan
hal tersebut maka benarlah bahwa pengurangan subsidi BBM adalah dibernarkan
secara yuridis.
2.
Subsidi
BBM Berlebih Mengakibatkan Defisit APBN (Ekonomis)
APBN-P
2014 menetapkan belanja subsidi BBM Rp 246,5 triliun atau 13,13 persen dari
total belanja negara sebesar Rp 1.876,9 triliun. Pada 2015, belanja subsidi BBM
dialokasikan Rp 276,1 triliun atau 13,53 persen dari total belanja negara
sebesar Rp 2.039,5 triliun. Subsidi
BBM Berlebih tersebut telah menyandera APBN, sehingga menyulitkan ruang gerak
pemerintah untuk melakukan pembangunan, padahal dana untuk subsidi tersebut
dapat dialihkan ke sektor yang lebih produktif, seperti rencana Presiden jokowi
untuk membangunan infrastruktur berupa saluran irigasi, 25 DAM, 24 Pelabuhan,
Jalur Kereta Api, dan Pembangkit Listrik. Infrastruktur merupakan faktor
penggerak perekonomian yang dominan, sehingga ini perlu untuk dilakukan segera.
Berdasarkan hal tersebut maka benarlah bahwa pengurangan subsidi BBM adalah
menguntungkan negara secara ekonomis.
3.
Subsidi
BBM Berlebih Salah Sasaran (Sosiologis)
Ekonom Universitas
Gadjah Mada (UGM), Poppy Ismalina mengatakan bahwa “Pemberian subsidi
BBM merupakan simbol ketidakadilan sosial karena 95 persen subsidi tersebut
tidak dirasakan oleh kalangan kelas bawah. Malah, kalangan menengah ke atas lah
yang menikmati itu selama lima tahun terakhir”. Yang paling #Ngehek adalah data
dari BPH Migas tahun 2013 yang menyebutkan bahwa dari total subsidi yang
dialokasikan untuk transportasi darat (92% dari total subsidi BBM) sebanyak 53%
dinikmati oleh pengguna transportasi pribadi”. -> kita mah cuma kebagian
paling banyak 25%, Cerita sederhana sedikit ya, pengalaman kawan sewaktu KKN di
Papua, SPBU di sono cuma buka satu hari dalam sebulan, itupun pas lagi ada
acara SAIL RAJA AMPAT, why??? Kok bisa??? Mengapa begitu??? Kok kejam??? Ya
begitulah, BBM nya pasti DITILEP sama yang namanya MAFIOSO MIGAS... Kasian
saudara-saudara kita di Papua, di sana harga BBM mahal dan ketersediaan pun
minim. Berdasarkan hal tersebut maka benarlah bahwa pengurangan
subsidi BBM adalah tepat berdasarkan kajian sosiologis.
4.
Pengurangan
Subsidi BBM Sesuai Dengan Tujuan kita Berbangsa dan Bernegara
Ada sebuah anekdot
mengenai besaran subsidi BBM yang cukup besar. “Kita
puasa BBM bersubsidi 3 hari sudah bisa dapat kapal selam, puasa sehari dapat
Sukhoi”, Anekdot ini sederhana tetapi
maknanya dalam, yakni menyangkut tujuan negara untuk melindungi segenap tumpah
darah Indonesia. Baru-baru ini bahkan ada laporan yang mengejutkan dari
Panglima TNI yang mengatakan bahwa TNI berhutang Rp6 Triliun karena tak punya
dana BBM untuk Patroli Laut. #Miris. Selanjutnya apabila kita menyinggung
tentang tujuan NKRI untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia keadilan sosial masyarakat, maka
Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat dan kartu Indonesia Pintar
adalah konsep solutif yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka benarlah
bahwa pengurangan subsidi BBM adalah memiliki landasan filosofis yang jelas.
BERDASARKAN
PENJELASAN SAYA DI ATAS,
MAKA SAYA BERPESAN
KEPADA SELURUH MASYARAKAT INDONESIA, KHUSUSNYA PARA MAHASISWA PEJUANG KEADILAN
YANG SAMPAI HARI INI MASIH MENOLAK PENGURANGAN SUBSIDI BBM:
“PIKIRKAN
KEMBALI,
KEPENTINGAN
SIAPA YANG ENGKAU BELA DAN PERJUANGKAN???”