Oleh : Rizky Indra Adi Prasetyo
I. Pendahuluan
Rencana kenaikan harga BBM tahun
2012 oleh pemerintah akan berdampak besar bagi masyarakat, mulai dari naiknya
harga-harga kebutuhan pokok hingga munculnya aksi-aksi masa menentang kebijakan
tidak populer ini. Sebagian masyarakat menentang kebijakan tersebut karena
dianggap akan menyengsarakan rakyat dan juga bertentangan dengan hukum, dimana
melanggar UU No. 22/2011 tentang APBN 2012, dan Perpres No. 15/2012 tentang
harga jual eceran BBM tertentu. Namun dari aksi-aksi masa tersebut pemerintah
menuding ada segelintir orang yang memanfaatkan isu kenaikan harga BBM untuk
melakukan makar[1]. Terlepas dari benar
tidaknya keberadaan
rencana makar tersebut, pemerintah tidak perlu paranoid
mengingat di era demokrasi, kontrol terhadap kebijakan pemerintah terakomodasi
dengan sistem cheks and balances dan
juga legitimasi penguasa tidak lagi mudah digoyahkan dengan instabilitas
politik seperti di era suksesi penguasa sebelumnya, meskipun juga tak pernah
terbukti ada suksesi kekuasaan yang murni akibat hasil makar di negeri ini.
Maka muncul pertanyaan, apa batasan-batasan perbuatan dikatakan makar,
bagaimana aturan pidananya mengenai sanksi dan sifat melawan hukumnya. Semua akan
ditelaah lebih mendalam pada bab pembahasan yang berdasar tinjauan pustaka dan penelitian.
Dengan demikian tulisan ini diharapkan bisa memberikan gambaran singkat
mengenai perbuatan makar serta aturan hukum pidananya dalam KUHP, sehingga
dalam topik kenaikan BBM ini pembaca dapat mengkualifikasikan mana yang termasuk
delik makar dan mana yang hanya berupa intrik politik biasa.
II. Tinjauan Pustaka
Makar yang dalam
KBBI artinya usaha atau perbuatan untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah,
dalam KUHP dinyatakan sebagai kejahatan terhadap keamanan negara. Tapi, KUHP
tidak mengadakan perbedaan antara keamanan ke dalam atau ke luar. Walaupun
begitu, dalam sistematika ilmu hukum makar di bagi sebagai berikut :
A. Hochverrat (Kejahatan terhadap keamanan
dalam negeri), meliputi: makar terhadap keselamatan Presiden dan Wakil Presiden
(psl 104), terhadap wilayah negara (psl 106), terhadap pemerintahan (psl 107).
B. Landesverrat (Kejahatan terhadap
keamanan negara ke luar)[2]
Jadi
perbuatan makar dapat berupa kejahatan terhadap keamanan negara baik ke dalam
maupun ke luar. Dan dalam KUHP diatur pada buku ke-2 yaitu bab I tentang
kejahatan terhadap keamanan negara dan sebagian terdapat di bab II tentang kejahatan-kejahatan
terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden , jadi secara umum sebenarnya delik
makar itu luas cakupannya. Oleh karena itu, yang akan banyak ditelaah adalah Hochverrat atau makar yang berupa kejahatan terhadap keamanan dalam negeri, sedangkan untuk delik makar Landesverrat atau kejahatan terhadap
keamanan negara ke luar oleh penulis dirasa kurang relevan dengan isu makar
akibat kenaikan harga BBM dalam negeri, meskipun tidak menutup kemungkinan isu
makar yang dimaksud bisa mengarah ke Landesverrat.
III. Metode Penelitian
Penulis
menggunakan metode penelitian dari fakta berita berbagai media berdasar analisa
yuridis normatif serta interpretasi
hukum yang berdasar pustaka.
IV. Pembahasan
Dalam kaitannya isu makar akibat kenaikan BBM ini, kutipan dari
redaksi asli pasal 107 KUHP berikut dirasa penulis paling sesuai digunakan :“De aanslag, ondernomen met het oogmerk om
omventelingteweeg te brengen, wordt gestraft met gevangenisstraft van ten
hoogste vifjtien jaren”. Prof. Moeljatno menerjemahkan “makar dengan maksud
menggulingkan pemerintahan diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”.
Mengapa dikatakan paling sesuai, karena menurut penafsiran penulis, delik makar
pasal 107 menunjukan pada kejahatan menggulingkan legitimasi pemerintahan yang
sah. Tapi penafsiran awal penulis ini ternyata tidak tepat, karena berdasar
penafsiran KUHP yang telah memiliki kekuatan hukum tetap tidak demikian, hal
ini tercantum pada pasal 88 bis KUHP berbunyi sbb : “Dengan menggulingkan
pemerintahan (omventeling) dimaksudkan meniadakan atau mengubah secara tidak
sah bentuk pemerintahan menurut UUD”. Jadi obyek disini adalah bentuk
pemerintahan bukan legitimasi pemerintahan seperti penafsiran penulis.
Sedangkan menurut Jellinek bentuk pemerintahan dibagi 2 yaitu Monarki dan
Republik dan masing-masing masih duraikan lagi[3].
Oleh karena itu bila tujuan aksi masa menentang kenaikan harga BBM salah satu
tujuannya untuk menggoyahkan legitimasi Presiden yang berkuasa untuk melepas jabatannya
karena kebijakannya dianggap menyengsarakan rakyat seperti yang terjadi pada
tanggal 21 Mei 1998 saat turunnya presiden Soeharto, maka menurut pasal 107 jo
pasal 88 bis KUHP perbuatan tersebut tidak termasuk makar, selama tidak
bertujuan meniadakan atau mengubah bentuk pemerintahan menurut UUD secara tidak
sah.
Namun demikian lain halnya bila ada aksi-aksi masa, kelompok,
atau perseorangan bertujuan untuk menghilangkan nyawa Presiden atau Wakilnya
dengan maksud merampas kemerdekaan mereka atau menjadikan tidak mampu
memerintah, maka termasuk delik makar pasal 104 KUHP dan diancam dengan pidana
mati atau pidana seumur hidup atau pidana selama waktu tertentu paling lama 20
tahun. Jadi yang menjadi obyek adalah keselamatan presiden, contoh kasus di
Indonesia adalah serangan bom Cikini yang menimpa presiden Soekarno[4].
Selain pasal 104 dan 107 ada juga pasal 106 KUHP yang dapat dijadikan acuan
apabila perbuatan makar yang dituding pemerintah adalah pemanfaatan keadaan
instabilitas politik akibat naiknya harga BBM sebagai alasan agar wilayah
negara seluruhnya atau sebagian jatuh ke tangan musuh atau dengan maksud
memisahkan sebagian wilayah negara lain, diancam dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana selama waktu tertentu paling lama 20 tahun. Contohnya :
PRRI/PERMESTA, Republik Maluku Selatan (RMS)[5],
dsb. Selanjutnya mengenai ketentuan dalam pasal 110 KUHP ayat (1) menyatakan
bahwa “Pemufakatan jahat akan melakukan salah satu kejahatan pada pasal 104, 106,
107, 108 dihukum sama dengan kejahatan itu”. Sedangkan pemufakatan jahat dalam
pasal 88 KUHP diartikan bila 2 orang atau lebih sepakat melakukan kejahatan.
Jadi kesepakatan / persiapan makar dapat dipidana sama seperti delik makar yang
telah terlaksana / selesai terjadi sesuai pasal 110 KUHP ayat (1) – (5).
V.
Penutup
Tudingan pemerintah tentang adanya
segelintir orang yang akan memanfaatkan keadaan instabilitas politik akibat naiknya
harga BBM 2012 untuk makar menimbulkan keresahan dan tanda tanya besar bagi
masyarakat. Apa dasarnya dan siapa pelakunya hanya diketahui oleh Presiden dan
intelijen. Sedangkan masyarakat akan mengetahuinya jika perbuatan makar sudah
benar-benar terjadi, tapi berdasar pasal 110 ayat (1) KUHP, pemufakatan atau persiapan makar sudah dapat
dikenai pidana makar. Oleh karena itu, jika benar ada isu makar, seharusnya
aparat sudah dapat digerakan untuk menyelidikinya agar para pelakunya dibawa ke
pengadilan supaya tidak meresahkan masyarakat dan pemerintah.
A.
Kesimpulan
Secara teoritis pada dasarnya ada 2 bentuk makar, yaitu
terhadap kejahatan terhadap keamanan dalam negeri negara (Hochverrat), dan keluar (Landesverrat). Sedangkan kedalam negeri
dibagi menjadi 3, yaitu: makar terhadap keselamatan Presiden & Wakil
Presiden, terhadap wilayah negara, terhadap pemerintahan. Ketiganya tercantum pada
pasal 104,106,107 KUHP.
B.
Saran
Di era demokrasi, perbedaan pendapat dan aksi masa berupa
demonstrasi adalah wajar bisa berupa penolakan kebijakan, kritik pedas terhadap
pemerintah atau intrik politik untuk merebut simpati masa. Tapi untuk dapat
dikatakan makar, harus berdasar apa yang ada dalam KUHP. Dan apabila memang
gerakan makar yang dituding pemerintah itu ada, maka seharusnya aparat segera
bergerak dan membawa pelakunya ke pengadilan agar semua clear dan jelas.
Daftar Pustaka
Djoko Prakoso, 1986, Tindak
Pidana Makar Menurut KUHP, Ghalia :Jakarta
Moeljatno, 1978, KUHP,
Yayasan Penerbit Gadjah Mada: Yogyakarta
Soehino, 2008, Ilmu
Negara, Liberty : Yogyakarta
[2] Djoko Prakoso, S.H.,1986, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, Ghalia
: Jakarta, hlm. 34
[3] Soehino, Prof., S.H.,
2008, Ilmu Negara, Liberty :
Yogyakarta, hlm.181
[4] Djoko Prakoso, S.H.,op.cit, hlm.10
[5] Ibid, hlm.10
0 komentar:
Posting Komentar