Sabtu, 26 Desember 2015

Implementasi Antidumping dalam Perdagangan Internasional oleh Indonesia pada Kasus Pisang Cavendish Asal Filipina

Oleh: Gunardi Lumbantoruan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.             Latar Belakang
Dewasa ini telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan terhadap aktivitas perdagangan internasional.  Para pelaku usaha multinasional bersaing untuk mendapatkan akses pasar yang seluas-luasnya dengan berusaha mendominasi pasar di negara lain. Dalam proses tersebut sering kali teradi praktik-praktik perdagangan curang (unfair trade) yang dilakukan dengan berbagai cara, salah satu nya adalah dengan menjual barang dengan harga yang lebih murah di negara pengimpor dari pada di negara produsennya sendiri.
Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri sehingga akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, dan pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri.
Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar ke 4 di dunia merupakan pasar yang besar untuk pemasaran berbagai barang produk. Potensi pasar yang luas ini apabila tidak dilindungi dengan baik, maka dapat mengakibatkan kerusakan serius terhadap perekonomian nasional. Oleh karena itu pemerintah perlu melindungi industeri domestik dari praktik-praktik unfair trade seperti dumping demi menjamin kepentingan nasional. Salah satu contoh praktik di Indonesia adalah praktik dumping Pisang Cavendish asal Filipina, praktik dumping ini pertama kali dilaporkan kepada Komite Antidumping Indonesia (KADI) pada tanggal 23 Mei 2011 oleh PT Nusantara Tropical Fruit yang mewakili Industri Dalam Negeri[1]. Kemudian setelah mengadakan Penyelidikan maka Komite Antidumping Indonesia (KADI) berkesimpulan bahwa adanya barang dumping berupa Pisang Cavendish yang diimpor dari negara Filipina yang menyebabkan kerugian (injury) terhadap industri dalam negeri dan hubungan sebab akibat (causal link) antara barang dumping yang diimpor dari negara Filipina dengan kerugian yang dialami oleh industri dalam negeri[2].
Berangkat dari kasus dumping Pisang Cavendish asal Filipina tersebut di atas maka perlu dikaji lebih lanjut mengenai  regulasi Antidumping di Indonesia, termasuk mengenai perlindungan hukum, proses Penyelidikan dan implementasinya dalam persfektif pembanguan ekonomi nasional, hal ini dilakukan mengingat pentingnya meningkatkan pengetahuan masyarakat di bidang Antidumping ditenggah-tengah persiapan Indonesia menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN, untuk menghindari kerugian perekonomian Indonesia yang diakibatkan oleh praktik-praktik perdagangan yang curang (unfair trade). 


Oleh karena itu dalam kesempatan kali ini, berkaitan dengan tugas yang diberikan oleh Ibu Dosen Bagian Hukum Dagang penulis hendak membuat suatu tulisan yang berjudul:
IMPLEMENTASI ANTIDUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL OLEH INDONESIA PADA KASUS PISANG CAVENDISH ASAL FILIPINA

2.      Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut :
1.      Apakah hukum nasional Indonesia di bidang Antidumping sudah cukup memberi perlindungan terhadap praktik-praktik dumping dalam perdagangan internasional?
2.      Bagaimana proses Penyelidikan terhadap praktik dumping Pisang Cavendish asal Filipina yang dilakukan oleh Komisi Antidumping Indonesia?
3.      Bagaimana implementasi Antidumping terhadap pisang cavendish asal Filipina dalam persfektif pembanguan ekonomi nasional?







BAB II
PEMBAHASAN
1.      Dumping dan Antidumping
Dumping adalah praktik dagang yang dilakukan pengekspor dengan menjual komoditi di pasaran internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapat merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor[3]. Definisi dumping menurut Article VI GATT/WTO di sempurnakan pada tahun 1994 yang dituangkan dalam Article 2 Persetujuan tentang Pelaksanaan Pasal VI dari GATT 1994 menjelaskan bahwa suatu barang dianggap dumping apabila harga barang yang diperdagangakan dari suatu negara ke wilayah negara lain lebih rendah di bandingkan nilai normal di negara tersebut, pada tingkat perdagangan yang wajar. Barang tersebut harus serupa dan ditujukan untuk dikonsumsi di negara pengimpor[4]. Dilihat dari segi ilmu ekonomi dumping diartikan sebagai: Dumping is traditionaly defined as selling at a lower price in one national market than in another[5]. Sementara Muhammad Asri, dumping adalah suatu persaingan curang dalam bentuk diskriminasi harga yaitu suatu produk yang ditawarkan di pasar negara lain lebih rendah dibandingkan dengan harga normanya atau dari harga jual di negara ketiga[6].
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa dumping merupakan tindakan yang dilakukan oleh produsen luar negeri dengan menjual suatu barang dengan harga di bawah harga produksi, atau menjual suatu produk lebih murah di bandingkan dengan di negaranya sendiri atau dari harga jual kepada negara lain pada umumnya, yang dapat merusak pasaran dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor. Adapun unsur-unsur dumping adalah sebagai berikut:
a.       Barang Dumping
b.      Kerugian.
c.       Hubungan sebab akibat antara barang dumping dan kerugian yang dialami oleh pemohon [7].
Untuk mengkounter praktik dumping yang dilakukan produsen negara pengekspor maka pemerintah negara importir dapat melakukan pengenaan dan penarikan bea masuk Antidumping. Pengertian antidumping menurut konsep GATT 1994 adalah bea masuk yang dikenakan kepada barang yang diketahui sebagai barang dumping dengan tujuan menghilangkan unsur dumping pada barang tersebut, dan agar barang tersebut tidak terlalu tinggi perbedaannya dengan harga barang sejenis di negara importir[8]. Ketentuan Antidumping diatur dalam pasal VI GATT. Ketentuan Article VI GATT mengharuskan para negara anggotanya untuk mengimplementasikan ketentuan Antidumping GATT dalam hukum nasionalnya masing masing. Ketentuan dalam article VI ini sebenarnya hanya merupakan garis besar pengaturan mengenai Antidumping[9].

2.      Hukum Nasional Indonesia dalam Bidang Antidumping
Dasar dan ketentuan yang mengatur mengenai Antidumping di Indonesia mengacu pada Undang Undang No 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Undang Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang Undang No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan[10].
Namun peraturan perundangan tersebut di atas masih memiliki kelemahan, yakni mengenai pengaturan dalam hal kriteria menentukan nilai normal, kerugian, dan hubungan kausal (causal link) antara harga dumping dengan kerugian yang timbul akibat dumping, dalam artian ketentuan tersebut harusnya dapat memanfaatkan kemungkinan celah-celah yang ada dalam GATT-WTO dengan tidak melanggar serta tidak merugikan baik kepentingan nasional maupun dalam perdagangan internasional[11].
Sebagai pelaksana peraturan antidumping, pemerintah Indonesia berdasarkan Pasal 6 dan Psal 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 34 tahun 1966 menyebutkan bahwa untuk menangani permasalahan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan importasi barang dumping dan barang mengandung subsidi, Menteri perindusterian dan perdagangan membentuk Komite Antidumping Indonesia (KADI)[12].

3.      Penyelidikan Terhadap Praktik Dumping Pisang Cavendish Asal Filipina.
Penyelidikan barang dumping pada prinsipnya hanya dapat dimulai jika ada permohonan tertulis dari industri dalam negeri atau atas nama industri dalam negeri. Namun demikian, KADI dapat memutuskan untuk memulai melakukan penyelidikan tanpa adanya permohonan dari atau atas nama industri dalam negeri. Dalam kasus dumping Pisang Cavendish asal Filipina penyelidikan dilakukan atas permohonan dari PT Nusantara Tropical Fruit yang mewakili Industri Dalam Negeri. Berikut adalah mekanisme tahapan penyelidikan yang dilakukan oleh Komite Antidumping Indonesia (KADI) dalam menangani kasus dumping yang terjadi di Indonesia[13]:

Hasil Penyelidikan terhadap praktik dumping pisang cavendish asal filipina tersebut adalah sebagai berikut[14]:
a.      Nilai Normal
Nilai Normal di tentukan dengan menggunakan metode konstruksi, yaitu harga jual pisang Cavendish di supermarket Filipina di kurangi marjin keuntungan supermarket dan distributor. Rincian perhitungan nilai normal sebagai berikut:
Harga di supermarket Filipina      : USD 1.20/kg
Marjin keuntungan supermarket : USD 0.36/kg
Marjin keuntungan distributor     : USD 0.08/kg
Total                                             : USD 0.76/kg
b.      Harga Ekspor
Harga ekspor dihitung dengan menggunakan metode konstruksi, yaitu nilai rata rata CIF impor pisang Cavendish tahun 2010 dari Filipina dikurangi dengan asuransi, Ocean Freight dari Filipina ke Indonesia , Inland Frieght di Filipina, dan biaya Pelabuhan muat.
Nilai CIF Impor               : USD 0.70/kg
Asuransi                           : USD 0.0007/kg
Ocean Freight                  : USD 0.16/kg 153
Biaya Pelabuhan (muat)   : USD 0.02/kg
Harga Ekspor – eks Kebun          : USD 0.51/kg
c.       Margin dumping
Nilai normal eks kebun    : USD 0.76/kg
Harga Ekspor eks Kebun : USD 0.51/kg
Margin dumping              : USD 0.25/kg
Nilai CIF impor (rata-rata 2010) : USD 0.70/kg  
% Marjin dumping (dari rata-rata nilai CIF impor 2010) : 35.71%, Dibulatkan menjadi 35%.
Dengan adanya dumping tersebut, dan adanya kerugian yang diderita oleh PT Nusantara Tropical Fruit yang mewakili Industri Dalam Negeri, serta adanya hubungan sebab akibat antara dumping dan kerugian yang diderita oleh PT Nusantara Tropical Fruit yang mewakili Industri Dalam Negeri, maka Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut terhadap barang impor berupa Pisang Cavendish yang termasuk dalam pos tarif ex. 0803.00.90.00 yang berasal dari negara Filipina dikenakan Bea Masuk Anti Dumping sebesar 35% (tiga puluh lima persen).

4.      Implementasi Antidumping Terhadap Pisang Cavendish Asal Filipina dalam Persfektif Pembanguan Ekonomi Nasional
Dalam mengantisipasi timbulnya perdagangan yang tidak sehat seperti praktik dumping yang dapat merugikan kepentingan nasional, maka pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan peran dan fungsinya untuk mengamankan perdagangan dan kepentingan bangsa secara keseluruhan. Kebijakan antidumping tidak cukup hanya dikaji dari aspek yuridis, tetapi akan lebih lengkap jika juga ditelaah dari aspek ekonomis[15]. Oleh karena itu mengingat maraknya praktik dumping yang dilakukan oleh para eksportir luar negeri di Indonesia maka Komite Antidumping Indonesia (KADI) sebagai garda terdepan penegakan antidumping di Indonesia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik demi melindungi industri dalam negeri.
Tindakan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping sebesar 35% (tiga puluh lima persen) terhadap barang impor berupa Pisang Cavendish yang termasuk dalam pos tarif ex. 0803.00.90.00 yang berasal dari negara Filipina secara ekonomi telah menyelamatkan pelaku usaha dalam negeri yang memproduksi barang sejenis, yakni PT Nusantara Tropical Fruit. Oleh karena itu pemberlakuan kebijakan anti dumping tentu akan membawakan dampak positif bagi negara pengimpor apabila benar diketahui bahwa ada produk impor yang dijalankan secara dumping. Dampak positif dapat dipaparkan sebagai berikut:
a.       Bagi negara pengimpor, perlindungan terhadap industri dan produk dalam negeri yang memproduksi barang sejenis, menjaga kontinyuitas kegiatan produksi.
b.      Mencegah adanya persaingan harga yang tidak sehat dalam mekanisme pasar.
c.       Menjaga stabilitas harga dalam persaingan harga pasar.
Pembaharuan hukum dalam bidang hukum antidumping mutlak dilakukan, apalagi dalam kondisi sekarang indonesia dihadapkan pada dua masalah, yaitu mengatasi krisis dan mempersiapkan diri dalam menghadapi pasar bebas[16]. Untuk itu diperlukan perangkat hukum antidumping yang dalam bentuk undang-undang yang lebih memadai dan sesuai dengan perkembangan pembangunan sehingga kepentingan ekonomi nasional dapat dilindungi.














BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
·         Bahwa hukum nasional Indonesia di bidang Antidumping belum cukup memberi perlindungan terhadap praktik-praktik dumping dalam perdagangan internasional karena masih membutuhkan penyesuaian dengan perkembangan zaman dalam praktik perdagangan internasional.
·         Bahwa proses Penyelidikan terhadap praktik dumping Pisang Cavendish asal Filipina yang dilakukan oleh Komisi Antidumping Indonesia dilakukan berdasarkan pemohonan PT Nusantara Tropical Fruit yang mewakili Industri Dalam Negeri, lalu diadakan penelitian bukti awal, pemberitahuan awal, pengumuman, penyelidikan pendahuluan, pengenaan tindakan sementara, penyelidikan lanjutan, hingga akhirnya menentukan pengenaan Bea Masuk Antidumping terhadap barang impor berupa Pisang Cavendish yang termasuk dalam pos tarif ex. 0803.00.90.00 yang berasal dari negara Filipina sebesar 35%.
·         Bahwa implementasi Antidumping terhadap pisang cavendish asal Filipina dalam persfektif pembanguan ekonomi nasional memberikan dampak positif berupa, perlindungan terhadap PT Nusantara Tropical Fruit dan produk dalam negeri yang memproduksi barang sejenis, menjaga kontinyuitas kegiatan produksi, mencegah adanya persaingan harga yang tidak sehat dalam mekanisme pasar, dan menjaga stabilitas harga dalam persaingan harga pasar.

SARAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dijabarkan di atas, bahwa dalam rangka mengembangkan hukum ekonomi nasional dalam menghadapi perdagangan bebas, maka Penulis menyarankan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah untuk segera membentuk Undang-undang Antidumping yang lebih akomodatif terhadap kepentingan perekonomian Nasional.


[1] http://kadi.kemendag.go.id , 14 Desember 2011
[2] Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 175/Pmk.011/2011 Tentang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Terhadap Pisang Cavendish dari Negara Filipina
[3] Erman Rajagukguk, 2011, Butir-butir Hukum Ekonomi, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hal 32
[4] Kesuma, Novie Andriani, 2014,  Analisis Komparatif Yuridis Kebijakan Anti Dumping Antara Indonesia dan Filipina, hal 44
[5] Sukarmi, 2002, Regulasi Anti Dumping di bawah bayang-bayang Pasar Bebas, Sinar Grafika, Jakarta, hal 24
[6] ibid
[7] Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011, Pasal 4 ayat 4
[8] Yulianto Syahyu, 2004, Hukum Antidumping di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal 36
[9] Ibid, hal 44
[10] Kesuma, Novie Andriani, Op.cit., hal 63
[11] Sukarmi, Op.cit., hal 185
[12] Suherman, 2002, Aspek Hukum dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal 136
[13] http://kadi.kemendag.go.id/semua-agenda.html
[14] Kesuma, Novie Andriani, Op.cit., hal 80
[15] Yulianto Syahyu Op.cit., hal 114

[16] Sukarmi, Op.cit., hal 184

2 komentar:

  1. Dalam permainan poker dan domino 99 online membutuhkan banyak strategi untuk menang,
    memanfaatkan kartu bagus, ronde, waktu, taktik mengertak dan menipu lawan anda.
    seperti dalam semua varian poker, setiap individu bersaing untuk sejumlah uang atau chip yang diberikan oleh para pemain,
    dengan proses pembagian kartu secara acak. (PIN BBM: 7AC8D76B)

    BalasHapus
  2. Salam untuk kalian para member setia S1288poker, bagi kalian yang ingin bergabung bersama kami di S1288poker kalian bisa langsung saja mendaftarkan diri kalian disini dan ajak teman kalian untuk bermaian di S1288poker,com dapat kan bonus juga bonus freechips setiap hari nya.
    WA : 081910053031

    BalasHapus