Oleh: Gunardi Lumbantoruan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Dewasa ini telah terjadi peningkatan yang cukup
signifikan terhadap aktivitas perdagangan internasional. Para pelaku usaha multinasional bersaing
untuk mendapatkan akses pasar yang seluas-luasnya dengan berusaha mendominasi
pasar di negara lain. Dalam proses tersebut sering kali teradi praktik-praktik
perdagangan curang (unfair trade)
yang dilakukan dengan berbagai cara, salah satu nya adalah dengan menjual
barang dengan harga yang lebih murah di negara pengimpor dari pada di negara
produsennya sendiri.
Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor,
praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang
sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor
yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri sehingga akan
mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, dan pada akhirnya akan mematikan
pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya
seperti pemutusan hubungan kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri
barang sejenis dalam negeri.
Indonesia sebagai negara
berpenduduk terbesar ke 4 di dunia merupakan pasar yang besar untuk pemasaran
berbagai barang produk. Potensi pasar yang luas ini apabila tidak dilindungi
dengan baik, maka dapat mengakibatkan kerusakan serius terhadap perekonomian
nasional. Oleh karena itu pemerintah perlu melindungi industeri domestik dari
praktik-praktik unfair trade seperti
dumping demi menjamin kepentingan nasional. Salah satu contoh praktik di
Indonesia adalah praktik dumping Pisang Cavendish asal Filipina, praktik
dumping ini pertama kali dilaporkan kepada Komite
Antidumping Indonesia (KADI) pada tanggal 23 Mei 2011 oleh PT Nusantara Tropical Fruit yang
mewakili Industri Dalam Negeri[1].
Kemudian setelah mengadakan Penyelidikan maka Komite Antidumping Indonesia
(KADI) berkesimpulan bahwa adanya barang dumping berupa Pisang
Cavendish yang diimpor dari negara Filipina yang menyebabkan kerugian (injury)
terhadap industri dalam negeri dan hubungan sebab akibat (causal link) antara
barang dumping yang diimpor dari negara Filipina dengan kerugian yang dialami
oleh industri dalam negeri[2].
Berangkat dari kasus dumping Pisang
Cavendish asal Filipina tersebut di atas maka perlu dikaji lebih lanjut
mengenai regulasi Antidumping di
Indonesia, termasuk mengenai perlindungan hukum, proses Penyelidikan
dan implementasinya dalam persfektif pembanguan ekonomi nasional, hal ini
dilakukan mengingat pentingnya meningkatkan pengetahuan masyarakat di bidang
Antidumping ditenggah-tengah persiapan Indonesia menuju Masyarakat Ekonomi
ASEAN, untuk menghindari kerugian perekonomian Indonesia yang diakibatkan oleh
praktik-praktik perdagangan yang curang (unfair
trade).
Oleh karena itu dalam kesempatan kali ini, berkaitan dengan tugas
yang diberikan oleh Ibu Dosen Bagian Hukum Dagang penulis hendak membuat suatu
tulisan yang berjudul:
“IMPLEMENTASI
ANTIDUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL OLEH INDONESIA PADA KASUS PISANG CAVENDISH ASAL FILIPINA”
2. Rumusan
Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang
diatas maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut :
1.
Apakah hukum nasional Indonesia di
bidang Antidumping sudah cukup memberi perlindungan terhadap praktik-praktik
dumping dalam perdagangan internasional?
2.
Bagaimana proses Penyelidikan terhadap
praktik dumping Pisang Cavendish asal Filipina yang dilakukan oleh Komisi Antidumping
Indonesia?
3.
Bagaimana implementasi Antidumping
terhadap pisang cavendish asal Filipina dalam persfektif pembanguan ekonomi
nasional?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Dumping
dan Antidumping
Dumping
adalah praktik dagang yang dilakukan pengekspor dengan menjual komoditi di
pasaran internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih
rendah daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga
jual kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena
dapat merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor[3].
Definisi dumping menurut Article VI GATT/WTO di sempurnakan pada
tahun 1994 yang dituangkan dalam Article 2 Persetujuan tentang
Pelaksanaan Pasal VI dari GATT 1994 menjelaskan bahwa suatu barang dianggap dumping
apabila harga barang yang diperdagangakan dari suatu negara ke wilayah
negara lain lebih rendah di bandingkan nilai normal di negara tersebut, pada
tingkat perdagangan yang wajar. Barang tersebut harus serupa dan ditujukan
untuk dikonsumsi di negara pengimpor[4].
Dilihat dari segi ilmu ekonomi dumping diartikan sebagai: Dumping is traditionaly defined as selling at a lower price in one
national market than in another[5].
Sementara Muhammad Asri, dumping
adalah suatu persaingan curang dalam bentuk diskriminasi harga yaitu suatu
produk yang ditawarkan di pasar negara lain lebih rendah dibandingkan dengan
harga normanya atau dari harga jual di negara ketiga[6].
Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa dumping merupakan
tindakan yang dilakukan oleh produsen luar negeri dengan menjual suatu barang
dengan harga di bawah harga produksi, atau menjual suatu produk lebih murah di
bandingkan dengan di negaranya sendiri atau dari harga jual kepada negara lain
pada umumnya, yang dapat merusak pasaran dan merugikan produsen pesaing di
negara pengimpor. Adapun unsur-unsur dumping adalah sebagai berikut:
a. Barang
Dumping
b. Kerugian.
c. Hubungan
sebab akibat antara barang dumping dan kerugian yang dialami oleh
pemohon [7].
Untuk
mengkounter praktik dumping yang dilakukan produsen negara pengekspor maka
pemerintah negara importir dapat melakukan pengenaan dan penarikan bea masuk
Antidumping. Pengertian antidumping menurut konsep GATT 1994 adalah bea masuk
yang dikenakan kepada barang yang diketahui sebagai barang dumping dengan
tujuan menghilangkan unsur dumping pada barang tersebut, dan agar barang
tersebut tidak terlalu tinggi perbedaannya dengan harga barang sejenis di
negara importir[8].
Ketentuan Antidumping diatur dalam pasal VI GATT. Ketentuan Article
VI GATT mengharuskan para negara anggotanya untuk mengimplementasikan
ketentuan Antidumping GATT dalam hukum nasionalnya masing masing.
Ketentuan dalam article VI ini sebenarnya hanya merupakan garis besar
pengaturan mengenai Antidumping[9].
2.
Hukum
Nasional Indonesia dalam Bidang Antidumping
Dasar dan ketentuan
yang mengatur mengenai Antidumping di Indonesia mengacu pada Undang
Undang No 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World
Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia),
Undang Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah
dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang Undang
No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan
Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan[10].
Namun peraturan
perundangan tersebut di atas masih memiliki kelemahan, yakni mengenai
pengaturan dalam hal kriteria menentukan nilai normal, kerugian, dan hubungan
kausal (causal link) antara harga
dumping dengan kerugian yang timbul akibat dumping, dalam artian ketentuan
tersebut harusnya dapat memanfaatkan kemungkinan celah-celah yang ada dalam
GATT-WTO dengan tidak melanggar serta tidak merugikan baik kepentingan nasional
maupun dalam perdagangan internasional[11].
Sebagai pelaksana
peraturan antidumping, pemerintah Indonesia berdasarkan Pasal 6 dan Psal 7
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 34 tahun 1966 menyebutkan bahwa
untuk menangani permasalahan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan
importasi barang dumping dan barang mengandung subsidi, Menteri perindusterian
dan perdagangan membentuk Komite Antidumping Indonesia (KADI)[12].
3.
Penyelidikan
Terhadap Praktik Dumping Pisang Cavendish Asal Filipina.
Penyelidikan barang dumping pada
prinsipnya hanya dapat dimulai jika ada permohonan tertulis dari industri dalam
negeri atau atas nama industri dalam negeri. Namun demikian, KADI dapat
memutuskan untuk memulai melakukan penyelidikan tanpa adanya permohonan dari
atau atas nama industri dalam negeri. Dalam kasus dumping Pisang Cavendish asal
Filipina penyelidikan dilakukan atas permohonan dari PT Nusantara Tropical
Fruit yang mewakili Industri Dalam Negeri. Berikut adalah mekanisme tahapan
penyelidikan yang dilakukan oleh Komite Antidumping Indonesia (KADI) dalam
menangani kasus dumping yang terjadi di Indonesia[13]:
Hasil Penyelidikan terhadap praktik
dumping pisang cavendish asal filipina tersebut adalah sebagai berikut[14]:
a.
Nilai
Normal
Nilai Normal di tentukan dengan menggunakan
metode konstruksi, yaitu harga jual pisang Cavendish di supermarket
Filipina di kurangi marjin keuntungan supermarket dan distributor. Rincian
perhitungan nilai normal sebagai berikut:
Harga di supermarket Filipina : USD 1.20/kg
Marjin keuntungan supermarket : USD 0.36/kg
Marjin keuntungan distributor : USD 0.08/kg
Total : USD 0.76/kg
b. Harga
Ekspor
Harga ekspor dihitung dengan
menggunakan metode konstruksi, yaitu nilai rata rata CIF impor pisang Cavendish
tahun 2010 dari Filipina dikurangi dengan asuransi, Ocean Freight dari
Filipina ke Indonesia , Inland Frieght di Filipina, dan biaya Pelabuhan
muat.
Nilai CIF Impor : USD 0.70/kg
Asuransi : USD 0.0007/kg
Ocean Freight : USD 0.16/kg 153
Biaya Pelabuhan (muat) : USD 0.02/kg
Harga Ekspor – eks Kebun : USD 0.51/kg
c. Margin dumping
Nilai normal eks kebun : USD 0.76/kg
Harga Ekspor eks Kebun : USD 0.51/kg
Margin dumping :
USD 0.25/kg
Nilai CIF impor (rata-rata 2010)
: USD 0.70/kg
% Marjin dumping (dari
rata-rata nilai CIF impor 2010) : 35.71%, Dibulatkan menjadi 35%.
Dengan
adanya dumping tersebut, dan adanya kerugian yang diderita oleh PT Nusantara
Tropical Fruit yang mewakili Industri Dalam Negeri, serta adanya hubungan sebab
akibat antara dumping dan kerugian yang diderita oleh PT Nusantara Tropical
Fruit yang mewakili Industri Dalam Negeri, maka Berdasarkan hasil penyelidikan
tersebut terhadap barang impor berupa Pisang Cavendish yang termasuk
dalam pos tarif ex. 0803.00.90.00 yang berasal dari negara Filipina dikenakan
Bea Masuk Anti Dumping sebesar 35% (tiga puluh lima persen).
4.
Implementasi
Antidumping Terhadap Pisang Cavendish Asal Filipina dalam Persfektif Pembanguan
Ekonomi Nasional
Dalam mengantisipasi
timbulnya perdagangan yang tidak sehat seperti praktik dumping yang dapat
merugikan kepentingan nasional, maka pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan
peran dan fungsinya untuk mengamankan perdagangan dan kepentingan bangsa secara
keseluruhan. Kebijakan antidumping tidak cukup hanya dikaji dari aspek yuridis,
tetapi akan lebih lengkap jika juga ditelaah dari aspek ekonomis[15].
Oleh karena itu mengingat maraknya praktik dumping yang dilakukan oleh para
eksportir luar negeri di Indonesia maka Komite Antidumping Indonesia (KADI)
sebagai garda terdepan penegakan antidumping di Indonesia dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik demi melindungi industri dalam negeri.
Tindakan pengenaan Bea Masuk Anti
Dumping sebesar 35% (tiga puluh lima persen) terhadap barang impor berupa
Pisang Cavendish yang termasuk dalam pos tarif ex. 0803.00.90.00 yang
berasal dari negara Filipina secara ekonomi telah menyelamatkan pelaku usaha
dalam negeri yang memproduksi barang sejenis, yakni PT Nusantara Tropical Fruit.
Oleh karena itu pemberlakuan kebijakan anti dumping tentu akan membawakan
dampak positif bagi negara pengimpor apabila benar diketahui bahwa ada produk
impor yang dijalankan secara dumping. Dampak positif dapat dipaparkan sebagai
berikut:
a.
Bagi negara pengimpor, perlindungan
terhadap industri dan produk dalam negeri yang memproduksi barang sejenis,
menjaga kontinyuitas kegiatan produksi.
b.
Mencegah adanya persaingan harga yang
tidak sehat dalam mekanisme pasar.
c.
Menjaga stabilitas harga dalam
persaingan harga pasar.
Pembaharuan hukum dalam
bidang hukum antidumping mutlak dilakukan, apalagi dalam kondisi sekarang
indonesia dihadapkan pada dua masalah, yaitu mengatasi krisis dan mempersiapkan
diri dalam menghadapi pasar bebas[16]. Untuk
itu diperlukan perangkat hukum antidumping yang dalam bentuk undang-undang yang
lebih memadai dan sesuai dengan perkembangan pembangunan sehingga kepentingan
ekonomi nasional dapat dilindungi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
·
Bahwa hukum nasional Indonesia di bidang Antidumping
belum cukup memberi perlindungan terhadap praktik-praktik dumping dalam
perdagangan internasional karena masih membutuhkan penyesuaian dengan
perkembangan zaman dalam praktik perdagangan internasional.
·
Bahwa proses Penyelidikan terhadap
praktik dumping Pisang Cavendish asal Filipina yang dilakukan oleh Komisi Antidumping
Indonesia dilakukan berdasarkan pemohonan PT
Nusantara Tropical Fruit yang mewakili Industri Dalam Negeri, lalu diadakan
penelitian bukti awal, pemberitahuan awal, pengumuman, penyelidikan
pendahuluan, pengenaan tindakan sementara, penyelidikan lanjutan, hingga
akhirnya menentukan pengenaan Bea Masuk Antidumping terhadap barang
impor berupa Pisang Cavendish yang termasuk dalam pos tarif ex.
0803.00.90.00 yang berasal dari negara Filipina sebesar 35%.
·
Bahwa implementasi Antidumping terhadap
pisang cavendish asal Filipina dalam persfektif pembanguan ekonomi nasional
memberikan dampak positif berupa, perlindungan terhadap PT Nusantara Tropical
Fruit dan produk dalam negeri yang memproduksi barang sejenis, menjaga kontinyuitas
kegiatan produksi, mencegah adanya persaingan harga yang tidak sehat dalam
mekanisme pasar, dan menjaga stabilitas harga dalam persaingan harga pasar.
SARAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dijabarkan di
atas, bahwa dalam rangka mengembangkan hukum ekonomi nasional dalam menghadapi
perdagangan bebas, maka Penulis menyarankan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan
Pemerintah untuk segera membentuk Undang-undang Antidumping yang lebih
akomodatif terhadap kepentingan perekonomian Nasional.
[1] http://kadi.kemendag.go.id , 14 Desember 2011
[2] Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 175/Pmk.011/2011 Tentang Pengenaan Bea Masuk Anti
Dumping Terhadap Pisang Cavendish
dari Negara Filipina
[3] Erman Rajagukguk, 2011, Butir-butir Hukum Ekonomi, Lembaga Studi
Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hal 32
[4] Kesuma, Novie Andriani,
2014, Analisis Komparatif Yuridis Kebijakan Anti Dumping Antara Indonesia dan
Filipina, hal 44
[5] Sukarmi, 2002, Regulasi Anti Dumping di bawah bayang-bayang
Pasar Bebas, Sinar Grafika, Jakarta, hal 24
[6] ibid
[7] Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 2011, Pasal 4 ayat 4
[8] Yulianto Syahyu, 2004, Hukum
Antidumping di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal 36
[9] Ibid, hal 44
[10] Kesuma, Novie Andriani, Op.cit.,
hal 63
[11] Sukarmi, Op.cit., hal 185
[12] Suherman, 2002, Aspek Hukum dalam Ekonomi Global, Ghalia
Indonesia, Jakarta, hal 136
[13] http://kadi.kemendag.go.id/semua-agenda.html
[14] Kesuma, Novie Andriani, Op.cit.,
hal 80
[15]
Yulianto Syahyu Op.cit.,
hal 114
[16]
Sukarmi, Op.cit.,
hal 184
Dalam permainan poker dan domino 99 online membutuhkan banyak strategi untuk menang,
BalasHapusmemanfaatkan kartu bagus, ronde, waktu, taktik mengertak dan menipu lawan anda.
seperti dalam semua varian poker, setiap individu bersaing untuk sejumlah uang atau chip yang diberikan oleh para pemain,
dengan proses pembagian kartu secara acak. (PIN BBM: 7AC8D76B)
Salam untuk kalian para member setia S1288poker, bagi kalian yang ingin bergabung bersama kami di S1288poker kalian bisa langsung saja mendaftarkan diri kalian disini dan ajak teman kalian untuk bermaian di S1288poker,com dapat kan bonus juga bonus freechips setiap hari nya.
BalasHapusWA : 081910053031